Jawabnya TIDAK


 “ Dari mana datangnya lintah, dari darat turun ke kali, dari mana datangnya cinta dari mata turun ke hati.” Ungkapan tersebut sering sekali kita dengar, kita lihat baik itu di novel-novel, film-film atau bahkan dalam kehidupan sehari-hari kita pun pernah menjalaninya. Semua itulah polling sebagian dari ungkapan C-I-N-T-A (C I N T A). Mudah diucapkan dan sejuk di dengar tapi terkadang sulit untuk diaktualisasikan.
Sebenarnya cinta bukanlah halusinasi/teori tapi aktualisasi (perbuatan) untuk dilakukan dengan tujuan dan kesungguhan guna meraih kedamaian. Kalau hanya sekedar ucapan/halusinasi semua orang pun bisa, tapi apakah itu yang diinginkan? Jawabnya TIDAK. Maka dari itulah cinta harus punya sinergi (keseimbangan) antara ucapan dan perbuatan. Kalau seseorang telah mengucapkan cinta pada pilihan hatinya, maka seseorang itu haruslah mampu berbuat sesuai dengan apa yang telah diucapkan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar kita dapat mencinta secara benar dan proporsional:

Pertama,CINTA kepada yang lebih tinggi merupakan pengabdian dan kebaktian
Seorang hamba yang ikhlas beribadah pada Allah Swt. Tentu hamba itu akan mendapatkan keridhaanNYA, anak yang berbakti kepada orang tuanya atau seorang bawahan taat pada atasannya tanpa memikirkan apa yang akan ia dapatkan, maka baik orang tua akan memperhatikan pada kepentingan anaknya atau atasan sekalipun akan memperhatikan pada kepentingan bawahannya. Dengan demikian, fokuskanlah pada kewajiban yang telah diamanatkan dan tingkatkanlah keikhlasan guna meraih cinta yang penuh dengan kedamaian.

Kedua,CINTA kepada sesama (sederajat) yang dapat dilakukan dengan saling memberi dan menerima (take and give). Menyeimbangkan antara hak dan kewajiban. Tataran cinta ini merupakan tataran simbiosis mutualisme. Memberi saja akan kecewa – menerima saja akan hina dan tercela. Cinta suami istri, teman seorganisasi, hubungan bertetangga dan lain-lain haruslah berdasarkan pada prinsip ini.

Ketiga,CINTA kepada yang lebih rendah untuk memberi, membimbing, mengasihi dan menyayangi. Orang tua yang cinta kepada anaknya, maka ia akan mengasihi dan menyayanginya. Orang tua yang hanya mengasihi saja (hanya memberi) tanpa mau sayang pada anaknya maka ia akan mendapatkan penderitaan lantaran apa yang dicintainya itu tidak sesuai tujuan. Maka dari itu, cintailah dengan kasih dan juga didukung dengan sayang padanya berupa mengarahkan akan jalan yang mendatangkan kebenaran.

Dengan demikian, bila kita mencinta maka haruslah mampu menempatkan (proporsional) baik itu cinta pada yang lebih tinggi, cinta pada yang lebih rendah atau pun cinta pada sesama (sederajat) sebagaimana yang tersebut pada point kedua bahwa kita harus mampu menyeimbangkan dalam mengaplikasikan cinta yang dimiliki – bentuknya saling memberi dan saling menerima (take and give) agar cinta itu mendatangkan kedamaian baik bagi diri dan orang lain terutama orang yang kita cintai.

Cinta itu membutuhkan aktualisasi dari semua teori (ucapan) yang telah diungkapkan - jauhilah cinta yang mendatangkan kedaimaan sesaat (fatamorgana). Datangkanlah cinta dalam hatimu yang mendatangkan rahmat agar selamat. Amin.