Respon Guru Terhadap Problema Sosial


Guru merupakan figur/tokoh sosial yang memiliki tugas dan wewenang dalam proses pembentukan jati diri anak bangsa agar berkualitas baik secara keilmuan (intelektual) maupun moral (akhlaq). Posisi guru dalam berbagai lini kehidupan memiliki derajat yang tinggi dikarenakan jasanya yang besar dalam proses pendidikan. Setiap ada orang yang berpredikat/titel guru tentunya khalayak ramai (masyarakat) akan memberikan hormatnya pada orang tersebut walaupun ia masih muda sekalipun, masyarakat akan tetap memberikan hormatnya apalagi umurnya yang telah senior tentunya ia akan lebih dihormati. Istilah guru merupakan penggabungan istilah dari pemenggalan kata yang mempunyai arti digugu dan ditiru. Digugu artinya bahwa apa yang dikatakan oleh guru terhadap peserta didiknya benar-benar diterima bahwa itu merupakan kebenaran, ditiru artinya apa yang diperbuat oleh seorang guru baik ucapan atau perbuatan dicontoh oleh peserta didiknya. Dengan adanya istilah tersebut seharusnya menjadi spirit bagi para guru untuk senantiasa meningkatkan kualitas keprofesiannya. Sehingga nantinya akan jadi orang yang mampu digugu dan ditiru oleh peserta didik dan masyarakat pada umumnya. Guru dalam menjalankan profesinya tidak mengenal batas ruang dan waktu. Artinya guru itu dalam melaksanakan kewajibannya tidak hanya saat sesi (jam) sekolah saja atau mungkin dalam beberapa durasi (jatah) waktu tertentu saja. Yang jelas, baik itu dalam sesi kelas atau luar kelas dan juga saat proses pembelajaran atau mungkin telah selesai dari jam yang telah ditentukan, bagi seseorang yang berprofesi sebagai guru haruslah tetap menjalankan tugas dan kewajibannya yaitu proses pendidikan. Tentunya, saat di luar kelas (interaksi sosial) guru itu haruslah mampu menjadi contoh (suri tauladan) yang baik dalam masyarakat. Terpenting lagi bagi guru yang berpredikat PAI (Pendidik Agama Islam) haruslah mampu menjadi garda terdepan dalam pembenahan moralitas (akhlaq) masyarakat. Tentunya bilamana hal demikian dapat terwujud maka guru itu telah mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai guru yaitu digugu dan ditiru bagi peserta didik dan masyarakat pada umumnya.
Guru hanyalah manusia biasa yang tidak lepas dari berbagai masalah (problema) terkait dengan kesehariannya. Masalah yang dihadapi tidak hanya terbatas pada saat di sekolahnya saja, bahkan dalam keluarga pun mereka juga dihadapakan pada berbagai masalah.  Memang benar, manusia itu dihadapkan dengan masalah yang beraneka ragam. Seberapun jauh dihindari masalah itu akan tetap ditemui. Masalah yang dijumpai guru sangatlah beraneka ragam dan berbeda beda satu dengan yang lainnya. Namun yang paling disoroti yaitu masalah financial (ekonomi) dan masalah moral (akhlaq).       
Guru sebagai agent perubahan haruslah mampu menanamkan tri dasar etika guru yaitu Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. Ing Ngarsa Sung Tuladha artinya seorang yang berprofesi sebagai guru haruslah mampu menjadi contoh bagi peserta didiknya baik saat di dalam kelas maupun luar kelas. Guru yang berkualitas adalah guru yang senantiasa menanamkan etika keprofesiannya dalam berbagai kesempatan. Ing Madya Mangun Karsa artinya seorang yang berprofesi sebagai guru haruslah mampu menumbuh kembangkan potensi peserta didiknya agar mampu ditempatkan pada porsinya masing-masing. Tut Wuri Handayani artinya seorang yang berprofesi sebagai guru haruslah mampu memberikan masukan dan arahan terhadap peserta didiknya yang melakukan kesalahan dan juga bagi seorang guru haruslah mampu memberikan motivasi/dorongan terhadap mereka untuk senantiasa semangat dalam dalam segala aktifitas pembelajaran.
Maslah ekonomi yang dihadapi memang dirasakan sangatlah pelik (rumit), di antaranya: gaji yang kecil terutama bagi guru bantu. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya saja belumlah  cukup apalagi untuk memenuhi kebutuhan yang lain. Kalau dipikir secara dalam memang sangatlah pahit. Tapi pahitnya itu semua bak/ibarat bratawali yang pahit rasanya tapi baik akibatnya. Kuncinya adalah guru itu mempunyai kemauan atau ghiroh yang kuat untuk senantiasa meningkatkan kualitas kerjanya (profesi) dengan harapan agar masa depannya dapat lebih baik dan keprofesiannya itu bukan jadi andalan untuk memenuhi kebutuhan. Kreatif dan senantiasa mencari hal lain di luar keprofesiannya dalam rangka meningkatkan derajat finansialnya. Diharapkan bilamana guru itu mampu melakukan itu semua diatas, adanya problema ekonomi dapatlah tercukupi dan atas kegigihannya serta kerja kreatifnyalah itu, mudah-mudahan Allah akan memberikan keberkahan padanya.
Masalah moral merupakan masalah yang tidak bisa dianggap mudah untuk diselesaikan. Sebagai seorang yang berprofesi guru haruslah mampu menanamkan nilai-nilai moral dalam berbagai lini kehidupan tidak hanya terbatas pada ruang kelas saja tapi juga di luar kelas. Posisi guru haruslah mampu hadir dalam rangka membentuk moral peserta didik lebih berkualitas tidak hanya pembentukan intelektualitas peserta didik saja. Keilmuan yang tidak dibarengi dengan kekokohan moral (akhlaq) maka ilmu tersebut akan menghancurkan baik bagi diri dan lingkungan sekitar. Begitu pentingnya ajaran moral itu bagi peserta didik, maka bagi seseorang yang berprofesi guru haruslah mampu menanamkan pada peserta didiknya nilai-nilai moral (akhlaq) dan Bagaimana akan menghasilkan peserta didik yang bermoral kalau pendidiknya saja amoral.
semua itu akan dapat terwujud bilamana dimulai dari diri guru itu sendiri berupa kemauan untuk senantiasa meningkatkankeilmuan dan moralitasnya.
Dengan demikian, koreksi dan senantiasa meningkatkan prestasi serta kualitas profesi agar mampu jadi guru yang bernilai tinggi dan mendapatkan ridha Ilahi. Janganlah pernah takut menghadapi masalah karena masalah bukan untuk ditakuti tapi dicarikan solusi. Jadilah guru yang senantiasa haus akan pengetahuan dan intens (teguh) dalam mengembangkan pengetahuan demi meraih tujuan.